TANTANGAN DAHSYAT
UNTUK
HASIL HEBAT
Oleh: Siti Jamaliah
Ketika mengatakan mengenai pemilihan jurusan atau apapun, saya selalu yakin, bahwa setiap yang kita pilih memiliki tantangan dan resikonya sendiri. Bukan hanya pekerjaan atau pilihan yang buruk yang jelas-jelas beresiko besar, tetapi semua yang baik pasti memiliki resiko.Resiko orang yang bekerja di bank dengan keuangannya, akan berbeda dengan resiko mereka yang bekerja di lapangan, misalnya saja para buruh bangunan, yang cenderung mempertaruhkan fisik (bahkan hidup mati) mereka untuk pekerjaan.
Begitupun para akademisi, dalam memilih jurusan sebelumnya mereka sudah harus berpikir tentang kesiapan mereka terhadap tantangan-tantangan yang pasti akan mereka hadapi, baik dalam proses pendidikan maupun pasca kelulusan. Apakah tantangan yang akan mereka terima ketika pertama kali mereka menyatakan diri memilih jurusan tersebut, bagaimana tanggapan keluarga dan teman-teman mereka, bagaimana mereka menghadapi teman-teman yang baru di kampus dan terhindar dari shock society.
Bagi seseorang yang memilih jurusan yang menurut pikiran dan mata orang banyak adalah bonafit akan jauh lebih mudah dan resiko awal mereka mungkin jauh lebih kecil disbanding mereka yang memilih jurusan yang menurut kaca mata awam abal-abal dan bisa menjadi apa ketika lulus jika memilih jurusan seperti itu. Contohnya saja mereka yang memilih jurusan kedokteran. Ketika mereka melihat pengumuman dan ternyata mereka termasuk yang diterima (apalagi kalau kampus bonafit, baca: UI, UGM, UNPAD dan sebagainya),maka respon dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar mereka akan sangat baik.Mereka akan mendapat cap sebagai ”anak pintar” atau “anak yang membanggakan orang tua”, dan semua orang langsung berpikir kalau lulus ia pasti akan sukses dan pasti akan menjadi orang yang kaya.
Hal tersebut berbanding jauh dengan mereka yang memilih,mendapat, atau tidak sengaja terjerumus pada jurusan yang menurut pandangan awam tidak bonafit dan hanya agar dapat kuliah atau masuk di kampus ternama. Mereka yang mengalaminya pun kadang tidak percaya diri ketika menyebutkan jurusannya.Terkadang karena keminderan mereka, mereka akan berkata “saya terjerumus”, atau “salah membulatkan” dan lain-lain yang sebenarnya akan membuat mereka terlihat rendah dihadapan orang lain, dan semakin membuat orang lain memandang rendah pula jurusan mereka.
Lebih kerucut lagi, mereka yang memilih kuliah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dengan jurusan Sastra Arab atau Program Studi Arab, atau Bahasa Arab. Tidak sedikit dari mereka yang secara “sadar” dan yakin memilih jurusan tersebut. Walaupun banyak juga diantara mereka yang tidak yakin dan hanya sekedar supaya bisa kuliah kampus-kampus ternama seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Tantangan pertama yang akan mereka terima (bagi mereka yang yakin dan “sadar” ketika memilihnya) adalah ketika mereka berkonsultasi dengan guru sekolah dan orang tua. Mereka pasti akan bertanya, mengapa kamu memilih jurusan ini dan apa cita-citamu (baca: mau jadi apa kamu?). Meraka juga akan menyampaikan beberapa pernyataan bahwa jurusan ini tidak bonafit, atau kenapa tidak memilih jurusan lain, atau lebih halusnya carilah rejekimu di jurusan lain.
Maka apakah yang harus kita lakukan untuk menghadapi tantangan pertama ini? Beruntunglah bagi mereka yang secara yakin dan sadar memilih jurusan ini. Mereka akan menjelaskan cita-cita dan segala yang akan dan dapat mereka lakukan di jurusan tersebut. Mengapa bisa? Karena mereka telah memiliki rencana dan rancangan kehidupan yang mereka yakini dan mampu meyakinkan orang lain. Contohnya seorang anak ketika berkonsultasi dengan orang tuanya. Ketika dia ditanya mau menjadi apa, dia akan mudah dan tegas menjawab “ahli tafsir”. “Karena itu, sebelum menjadi ahli tafsir, hal paling dasar yang harus di pelajari dan dimiliki adalah kemampuan berbahasa Arab”. “Oleh karena itu, pertama saya harus kuliah di kampus ini dengan jurusan Sastra Arab, kemudian saya akan kuliah lagi di Arab Saudi, sampai saya mendapat gelar doktor bahkan profesor dan menjadi ahli tafsir, saya bisa menjadi penerjemah, saya bisa bekerja di kedutaan, atau departemen agama sebagai mufti karena ilmu tafsir Al-qur’an dan Sunnah yang saya miliki, dan sebagainya”. Jawaban seperti ini akan membuat orang tuanya mengerti dan berpikir bahwa si anak memiliki jawaban cerdas dan pola hidup yang tererncana. Dan akhirnya restu orang tua akan didapat dan ini sangat menentukan kelancaran kuliah dan pascanya kelak.
Tantangan kedua yang harus dihadapinya adalah ketika ia diterima. Orang-orang akan bertanya mengenai hal tersebut. Contohnya (dengan nada penasaran) “kuliah dimana?”. “UI”. (Nada antusias) “Wah hebat, jurusan apa?”. “Sastra Arab”. (Nada rendah) “Oooo”(dan menghentikan pembicaraan).
Bagaimana menyikapi tantangan diatas? Jawabannya adalah yakinlah dengan jurusan yang telah dipilih.Ketika kita yakin maka kita akan tegas dengan mata penuh kesungguhan menjawab. Tidak peduli apapun dan bagaimanapun tanggapan orang lain yakinlah. Jangan meremehkan diri dengan mengatakan saya saya terjerumus di jurusan ini, dan sebagainya. Walaupun memang bukan pilihan pertama atau karena ketidak sengajaan, tetapi ketika telah masuk dan diterima yakinlah bahwa ini adalah pilihan hidup anda, bahwa ini adalah salah satu dari sejuta jalan hidup yang harus dijalani, yakinlah bahwa ini tidak sia-sia. Kemudian buatlah peta hidup dengan pilihan baru ini.
Tantangan ketiga adalah proses kuliah. Beruntunglah mereka yang sudah memiliki basic dan mengenal bahasa Arab sebelumnya. Mereka hanya tinggal menyesuaikan diri dengan kehidupan dan kealamiahan bahasa di bangku kuliah. Mereka pun cenderung akan lebih mudah memiliki indeks prestasi yang tinggi. Tetapi bagaimana dengan mereka yang sama sekali nol. Mereka harus memulai dari awal. Jangankan hal lain yang lebih sulit, huruf Hijaiyah (huruf Arab) pun mereka tidak tahu. Ini bukanlah akhir dari kehidupan. Banyak hal yang bisa dilakukan.Pengalaman dari salah seorang dosen Program Studi Arab UI yang juga mendapat gelar masterdalam bidang linguistik dengan beasiswa. Beliau mengatakan bahwa dahulunya sama sekali tidak memiliki basic Arab. Tetapi karena ketekunannya (bahkan beliau tidak mengikuti les), beliau berhasil. Hal ini menunjukan bahwa siapapun bisa berhasil jika tekun.Tetapi akan lebih baik, bagi mereka yang merasa nol, banyak mengikuti pelajaran tambahan bersama senior, belajar berasama, atau mengikuti les jika memiliki dana yang mencukupi.
Tantangan berikutnya dan terakhir dari tulisan ini adalah pasca kelulusan. Menyikapi hal ini sikap orang beragam. Ada yang mengatakan harus bekerja di bidang Ke-Araban, ada yang mimilih kuliah di jurusan lain untuk bekerja, dan ada yang mengatakan bahwa kuliah bukan untuk bekerja, tapi untuk ilmu.
Untuk pernyataan pertama, ini bisa dibilang termasuk baik karena fokus dan ingin terus menggunakan skill dan pengetahuan Arabnya. Ada banyak yang bisa dilakukan. Pertama setelah lulus Strata Satu (S1), ia bisa mengambil hal yang terkait seperti sejarah, sastra,ataupun tafsir Arab. Beasiswa dalam dan luar negeri juga tersedia untuk ini. Tetapi banyak juga mereka yang tidak mengetahui tentang adanya beasiswa-beasiswa tersebut. Maka,Dinas Pendidikan dan pihak-pihak terkait harus lebih memberikan ruang untuk informasi-informasi ini. Karena sebenarnya, info beasiswa untuk ke Arab bisa dibilang banyak. Untuk ke Univers Islam Madinah, Al-Azhar, Kairo, King Fahd University, Arab Saudi, dan sederet universitas kenamaan di wilayah Arab lainnya. Syaratnya pun hanya mengandalkan skil dan kebanyakan tidak terikat pada kontrak perusahaan tertentu. Fasilitasnya pun tergolong baik.
Akan lebih baik dan meyakinkan ketika, ia mendapat beasiswa belajar di negeri-negeri Arab. Berbekal ijazah master, doktor atau bahkan gelar professor yang didapat, akan sangat mudah bagi pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang memang bergerak atau membutuhkan ahli ke-Araban meliriknya.
Untuk pernyataan kedua yang memilih kuliah di jurusan lain untuk bekerja, hal ini bukan masalah. Asalkan ini bukanlah bentuk penyesalan dan “perbaikan” hidup karena menganggap ia telah salah memilih jurusan. Jika benar, maka berarti ilmu yang telah diterimanya, sama sekali tidak akan bermanfaat dan lambat laun ia akan melupakannya, karena ia mengangngap itu adalah salah satu kesalahan hidupnya.
Pernyataan terakhir dapat dikatakan paling bijak.Karena ia menjadikan bangku kuliah sebagai jalan mencari ilmu, dan menurut orang-orang seperti ini rejeki bisa datang dari mana saja. Buktinya banyak orang yang berlatar belakang pendidikan di bidang kesehatan, malah bekerja di bank atau bidang lain yang tidak sejalan. Hal ini menjadi penting untuk dipikirkan.Ilmuwan zaman dahulu, sebut saja Ibnu Sina (980-1037M), selain ahli kedokteran,ia juga adalah seorang filsuf. Begitupun Aristoteles (384 SM – 322 SM) yang terkenal dalam banyak bidang, ia menguasai banyak bidang, diantaranya fisika, metafisika, logika, zoologi, biologi, etnis, ilmu pemerintahan, bahkan puisi. Ia juga merupakan guru dari Plato dan Alexander Agung yang merupakan orang-orang hebat di masanya. Ibnu Taimiyah (1263-1328M) yang selain terkenal dalam bidang Syari’at Islam juga terkenal dalam bidang matematika, dan sederet nama lain yang merupakan ilmuwan-ilmuwan hebat klasik,yang ternyata tidak hanya ahli pada satu bidang, namun banyak bidang.
Selain itu, menagapa orang banyak mengejar dan bercita-cita menjadi pegawai. Mengapa mereka tidak berpikir untuk menjadi seorang pengusahayang dapat mengatur dan bukan diatur oleh orang lain. Inilah sebenarnya yang harus kita perhatikan dan pikirkan.Lapangan kerja yang semakin sedikit membuat banyak pengangguran. Jika kita mampu membuka lapangan kerja baru dan menolong mereka yang menganggur itu lebih baik dan cerdas, disbanding dengan hanya menunggu kekosongan tempat sebuah perusahaan.
Intinya, yakinlah akan kebaikan dengan apa yang telah dipilih dan bersungguh-sungguhlah menjalani. Mulailah berpikir bahwa kuliah dan belajar bukan untuk bekerja, tetapi karena ilmunya. Orang yang bekerja tidak selalu diikuti oleh ilmu, tetapi orang yang berilmu, maka pekerjaan akan mengikuti mereka. Yakinlah, tuhan tidak pernah menyia-nyiakan usaha dan segenap mimpi kita. Yakinlah, bahwa hasil yang hebat berasal dari kehebatan kita mengatasi tantangan yang hebat pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar