Jumat, 06 Mei 2011

Esai


TANTANGAN DAHSYAT
UNTUK
HASIL HEBAT
Oleh: Siti Jamaliah
Ketika mengatakan mengenai pemilihan jurusan atau apapun, saya selalu yakin, bahwa setiap yang kita pilih memiliki tantangan dan resikonya sendiri. Bukan hanya pekerjaan atau pilihan yang buruk yang jelas-jelas beresiko besar, tetapi semua yang baik pasti memiliki resiko.Resiko orang yang bekerja di bank dengan keuangannya, akan berbeda dengan resiko mereka yang bekerja di lapangan, misalnya saja para buruh bangunan, yang cenderung mempertaruhkan fisik (bahkan hidup mati) mereka untuk pekerjaan.
            Begitupun para akademisi, dalam memilih jurusan sebelumnya mereka sudah harus berpikir tentang kesiapan mereka terhadap tantangan-tantangan yang pasti akan mereka hadapi, baik dalam proses pendidikan maupun pasca kelulusan. Apakah tantangan yang akan mereka terima ketika pertama kali mereka menyatakan diri memilih jurusan tersebut, bagaimana tanggapan keluarga dan teman-teman mereka, bagaimana mereka menghadapi teman-teman yang baru di kampus dan terhindar dari shock society.
            Bagi seseorang yang memilih jurusan yang menurut pikiran dan mata orang banyak adalah bonafit akan jauh lebih mudah dan resiko awal mereka mungkin jauh lebih kecil disbanding mereka yang memilih jurusan yang menurut kaca mata awam abal-abal  dan bisa menjadi apa ketika lulus jika memilih jurusan seperti itu. Contohnya saja mereka yang memilih jurusan kedokteran. Ketika mereka melihat pengumuman dan ternyata mereka termasuk yang diterima (apalagi kalau kampus bonafit, baca: UI, UGM, UNPAD dan sebagainya),maka respon dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar mereka akan sangat baik.Mereka akan mendapat cap sebagai ”anak pintar” atau “anak yang membanggakan orang tua”, dan semua orang langsung berpikir kalau lulus ia pasti akan sukses dan pasti akan menjadi orang yang kaya.
            Hal tersebut berbanding jauh dengan mereka yang memilih,mendapat, atau tidak sengaja terjerumus pada jurusan yang menurut pandangan awam tidak bonafit dan hanya agar dapat kuliah atau masuk di kampus ternama. Mereka  yang mengalaminya pun kadang tidak percaya diri ketika menyebutkan jurusannya.Terkadang karena keminderan mereka, mereka akan berkata “saya terjerumus”, atau “salah membulatkan” dan lain-lain yang sebenarnya akan membuat mereka terlihat rendah dihadapan orang lain, dan semakin membuat orang lain memandang rendah pula jurusan mereka.
            Lebih kerucut lagi, mereka yang memilih kuliah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dengan jurusan Sastra Arab atau Program Studi Arab, atau Bahasa Arab. Tidak sedikit dari mereka yang secara “sadar” dan yakin memilih jurusan tersebut. Walaupun banyak juga diantara mereka yang tidak yakin dan hanya sekedar supaya bisa kuliah kampus-kampus ternama seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Tantangan pertama yang akan mereka terima (bagi mereka yang yakin dan “sadar” ketika memilihnya) adalah ketika mereka berkonsultasi dengan guru sekolah dan orang tua. Mereka pasti akan bertanya, mengapa kamu memilih jurusan ini dan apa cita-citamu (baca: mau jadi apa kamu?). Meraka juga akan menyampaikan beberapa pernyataan bahwa jurusan ini tidak bonafit, atau kenapa tidak memilih jurusan lain, atau lebih halusnya carilah rejekimu di jurusan lain.
            Maka apakah yang harus kita lakukan untuk menghadapi tantangan pertama ini? Beruntunglah bagi mereka yang secara yakin dan sadar memilih jurusan ini.  Mereka akan menjelaskan cita-cita dan segala yang akan dan dapat mereka lakukan di jurusan tersebut. Mengapa bisa? Karena mereka telah memiliki rencana dan rancangan kehidupan yang mereka yakini dan mampu meyakinkan orang lain. Contohnya seorang anak ketika berkonsultasi dengan orang tuanya. Ketika dia ditanya mau menjadi apa, dia akan mudah dan tegas menjawab “ahli tafsir”. “Karena itu, sebelum menjadi ahli tafsir, hal paling dasar yang harus di pelajari dan dimiliki adalah kemampuan berbahasa Arab”. “Oleh karena itu, pertama saya harus kuliah di kampus ini dengan jurusan Sastra Arab, kemudian saya akan kuliah lagi di Arab Saudi,  sampai saya mendapat gelar doktor bahkan profesor dan menjadi ahli tafsir, saya bisa menjadi penerjemah, saya bisa bekerja di kedutaan, atau departemen agama sebagai mufti karena ilmu tafsir Al-qur’an dan Sunnah yang saya miliki, dan sebagainya”. Jawaban seperti ini akan membuat orang tuanya mengerti dan berpikir bahwa si anak memiliki jawaban cerdas dan pola hidup yang tererncana. Dan akhirnya restu orang tua akan didapat dan ini sangat menentukan kelancaran kuliah dan pascanya kelak.
            Tantangan kedua yang harus dihadapinya adalah ketika ia diterima. Orang-orang akan bertanya mengenai hal tersebut. Contohnya (dengan nada penasaran) “kuliah dimana?”. “UI”. (Nada antusias) “Wah hebat, jurusan apa?”. “Sastra Arab”. (Nada rendah) “Oooo”(dan menghentikan pembicaraan).
            Bagaimana menyikapi tantangan diatas? Jawabannya adalah yakinlah dengan jurusan yang telah dipilih.Ketika kita yakin maka kita akan tegas dengan mata penuh kesungguhan menjawab. Tidak peduli apapun dan bagaimanapun tanggapan orang lain yakinlah. Jangan meremehkan diri dengan mengatakan saya saya terjerumus di jurusan ini, dan sebagainya. Walaupun memang bukan pilihan pertama atau karena ketidak sengajaan, tetapi ketika telah masuk dan diterima yakinlah bahwa ini adalah pilihan hidup anda, bahwa ini adalah salah satu dari sejuta jalan hidup yang harus dijalani, yakinlah bahwa ini tidak sia-sia. Kemudian buatlah peta hidup dengan pilihan baru ini.
            Tantangan ketiga adalah proses kuliah. Beruntunglah mereka yang sudah memiliki basic dan mengenal bahasa Arab sebelumnya. Mereka hanya tinggal menyesuaikan diri dengan kehidupan dan kealamiahan bahasa di bangku kuliah. Mereka pun cenderung akan lebih mudah memiliki indeks prestasi yang tinggi. Tetapi bagaimana dengan mereka yang sama sekali nol. Mereka harus memulai dari awal. Jangankan hal lain yang lebih sulit, huruf Hijaiyah (huruf Arab) pun mereka tidak tahu.  Ini bukanlah akhir dari kehidupan. Banyak hal yang bisa dilakukan.Pengalaman dari salah seorang dosen Program Studi Arab UI yang juga mendapat gelar masterdalam bidang linguistik dengan beasiswa. Beliau mengatakan bahwa dahulunya sama sekali tidak memiliki basic Arab. Tetapi karena ketekunannya (bahkan beliau tidak mengikuti les), beliau berhasil. Hal ini menunjukan bahwa siapapun bisa berhasil jika tekun.Tetapi akan lebih baik, bagi mereka yang merasa nol, banyak mengikuti pelajaran tambahan bersama senior, belajar berasama, atau mengikuti les jika memiliki dana yang mencukupi.
            Tantangan berikutnya dan terakhir dari tulisan ini adalah pasca kelulusan. Menyikapi hal ini sikap orang beragam. Ada yang mengatakan harus bekerja di bidang Ke-Araban, ada yang mimilih kuliah di jurusan lain untuk bekerja, dan ada yang mengatakan bahwa kuliah bukan untuk bekerja, tapi untuk ilmu.
            Untuk pernyataan pertama, ini bisa dibilang termasuk baik karena fokus dan ingin terus menggunakan skill dan pengetahuan Arabnya. Ada banyak yang bisa dilakukan. Pertama setelah lulus Strata Satu (S1), ia bisa mengambil hal yang terkait seperti sejarah, sastra,ataupun tafsir Arab. Beasiswa dalam dan luar negeri juga tersedia untuk ini. Tetapi banyak juga mereka yang tidak mengetahui tentang adanya beasiswa-beasiswa tersebut. Maka,Dinas Pendidikan dan pihak-pihak terkait harus lebih memberikan ruang untuk informasi-informasi ini. Karena sebenarnya, info beasiswa untuk ke Arab bisa dibilang banyak. Untuk ke Univers Islam Madinah, Al-Azhar, Kairo,  King Fahd University, Arab Saudi, dan sederet universitas kenamaan di wilayah Arab lainnya. Syaratnya pun hanya mengandalkan skil dan kebanyakan tidak terikat pada kontrak perusahaan tertentu. Fasilitasnya pun tergolong baik.
Akan lebih baik dan meyakinkan ketika, ia mendapat beasiswa belajar di negeri-negeri Arab. Berbekal ijazah master, doktor atau bahkan gelar professor yang didapat, akan sangat mudah bagi pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang memang bergerak atau membutuhkan ahli ke-Araban meliriknya.
Untuk pernyataan kedua yang memilih kuliah di jurusan lain untuk bekerja, hal ini bukan masalah. Asalkan ini bukanlah bentuk penyesalan dan “perbaikan” hidup karena menganggap ia telah salah memilih jurusan. Jika benar, maka berarti ilmu yang telah diterimanya, sama sekali tidak akan bermanfaat dan lambat laun ia akan melupakannya, karena ia mengangngap itu adalah salah satu kesalahan hidupnya.
Pernyataan terakhir dapat dikatakan paling bijak.Karena ia menjadikan bangku kuliah sebagai jalan mencari ilmu, dan menurut orang-orang seperti ini rejeki bisa datang dari mana saja. Buktinya banyak orang yang berlatar belakang pendidikan di bidang kesehatan, malah bekerja di bank atau bidang lain yang tidak sejalan. Hal ini menjadi penting untuk dipikirkan.Ilmuwan zaman dahulu, sebut saja Ibnu Sina (980-1037M), selain ahli kedokteran,ia juga adalah seorang filsuf. Begitupun Aristoteles (384 SM  322 SM) yang terkenal dalam banyak bidang, ia menguasai banyak bidang, diantaranya fisika, metafisika, logika, zoologi, biologi, etnis, ilmu pemerintahan, bahkan puisi. Ia juga merupakan guru dari Plato dan Alexander Agung yang merupakan orang-orang hebat di masanya. Ibnu Taimiyah (1263-1328M)  yang selain terkenal dalam bidang Syari’at Islam juga terkenal dalam bidang matematika, dan sederet nama lain yang merupakan ilmuwan-ilmuwan hebat klasik,yang ternyata tidak hanya ahli pada satu bidang, namun banyak bidang.
Selain itu, menagapa orang banyak mengejar  dan bercita-cita menjadi pegawai. Mengapa mereka tidak berpikir untuk menjadi seorang pengusahayang dapat mengatur dan bukan diatur oleh orang lain. Inilah sebenarnya yang harus kita perhatikan dan pikirkan.Lapangan kerja yang semakin sedikit membuat banyak pengangguran. Jika kita mampu membuka lapangan kerja baru dan menolong mereka yang menganggur itu lebih baik dan cerdas, disbanding dengan hanya menunggu kekosongan tempat sebuah perusahaan.
Intinya, yakinlah akan kebaikan dengan apa yang telah dipilih dan bersungguh-sungguhlah menjalani. Mulailah berpikir bahwa kuliah dan belajar bukan untuk bekerja, tetapi karena ilmunya. Orang yang bekerja tidak selalu diikuti  oleh ilmu, tetapi orang yang berilmu, maka pekerjaan akan mengikuti mereka.  Yakinlah, tuhan tidak pernah menyia-nyiakan usaha dan segenap mimpi kita. Yakinlah, bahwa hasil yang hebat berasal dari kehebatan kita mengatasi tantangan yang hebat pula.

Esai


Rokok, Tantangan atau Sebuah Keuntungan
                                                Oleh: Siti Jamaliah
Bagi sebagian orang, rokok merupakan bagian dari pengisi kehidupan. Terutama perokok, sebagian besar mereka beranggapan bahwa rokok adalah kebutuhan pokok, bahkan lebih penting dari pada makanan berkarbohidrat tertinggi sekalipun (baca: nasi). Mereka rela menyisihkan paling tidak dua puluh persen dari pendapatan harian mereka untuk rokok, bahkan  mereka rela tidak makan demi membeli rokok. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005-2006,  sekitar 78,8 persen kepala keluarga miskin di perkotaan adalah perokok. Dan ternyata disebutkan bahwa pengeluaran mingguan mereka untuk rokok adalah lebih besar yakni 22 persen daripada pengeluaran mereka untuk membeli beras yang hanya 19 persen (sumber : Kompas)
Mereka juga beranggapan bahwa rokok adalah obat untuk menenangkan pikiran.
Banyaknya pabrik rokok di Indonesia, dirasa menjadi penopang ekonomi paling berpengaruh. Satu pabrik rokok saja dapat menghasilkan devisa negara yang sangat besar, apalagi sekarang ada banyak pabrik rokok. Selain penghasil devisa keberadaan pabrik rokok juga menyelamatkan ribuan penduduk (buruh pabrik rokok, terutama daerah Kudus) dari masalah pengangguran. Keuntungan keberadaan pabrik rokok yang lain bagi perekonomian Indonesia  yang juga berimbas pada pembangunan pendidikan adalah banyaknya beasiswa yang diberikan bagi anak – anak tidak mampu atau atlet – atlet olahraga yang luput dari perhatian instansi lain.
Di sisi lain, masyarakat anti rokok bersikukuh bahwa rokok merupakan masalah yang sangat urgents untuk diselesaikan. Mereka menunjukan fakta – fakta bahwa asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan, ditambah lagi rokok juga dapat meruak  perilaku dan mental seseorang. Dalam sebuah situs blog tentang rokok dikatakan bahwa rokok menimbulkan bahaya yang sangat merusak kesehatan. Rokok mengandung 4000 racun yang diantaranya adalah nikotin yang mengandung zat adiktif  dan tar yang merupakan zat karsinogenik. Mengenai “tulisan” dalam sampul rokok yang mengatakan “rokok dapat menyebabkan kanker”, itu karena hasil dari racun dan karsinogenik yang muncul dari hasil pembakaran tembakau itu sendiri (sumber : agoesramdhanie.wordpress.com).
Untuk mematahkan pernyataan yang mengatakan rokok dapat menenangkan pikiran, menambah kecerdasan, dan menunda rasa lapar (sehingga biasanya orang lebih mementingkan rokok daripada makan), masih dalm situs  yang sama dikatakan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari nikotin yang kandungannya masuk ke dalam sirkulasi darah dan sampai ke otak manusia dalam waktu 15 detik saja setelah tembakau dibakar. Kemudian nikotin tersebut berlanjut dan diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian memilahnya menjadi dua jalur, jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan inilah, perokok akan memperoleh “imbalan” berupa perasaan lebih tenang dan nikmat, pikiran “serasa” lebih cemerlang, dan juga keadaan lapar yang serasa dapat ditekan (inilah yang menyebabkan orang memilih tidak makan daripada tidak merokok). Selanjutnya pada jalur adrenergik (adrenergik sendiri dalam istilah kedokteran berarti diaktifkan atau disekresi oleh organ serupa), zat ini akan membuat sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan serotonin menjadi aktif. Serotonin yang meningkat akan menimbulkan rangsangan rasa senang yang berdanpak pada kecanduan si perokok (keinginan mendapatkan rokok lagi). Itu juga yang menyebabkan perasaan nikmat pada si perokok berkurang ketika tidak merokok.
Kemudian untuk memperkuat, ternyata rokok melalui zat – zat yang dikandungnya berdampak buruk bagi kepribadian.Mereka (perokok) yang mengatakan rokok dapat membuat mereka lebih percaya diri, tidak melihat atau bahkan menyadari sisi lain dari dampak konsumsi rokok mereka. Bagaimana bisa? Dalam situs blog yang sama dikatakan tipe – tipe perokok ternyata mempengaruhi perilaku perokok tersebut. Misalnya orang yang biasa merokok di tempat homogen (artinya bersama teman – teman atau perokok lainnya), mempunyai kepribadian yang cenderung menghargai mereka yang tidak merokok, mereka hanya merekok di smoking area. Adapun mereka yang biasa merokok di tempat – tempat heterogen (bercampur dengan non-perokok) umumnya mereka adalah orang – orang yang tidak memerdulikan keadaan orang lain yang tidak menyukai mereka. Mereka juga menunjukkan sikap ketidak pedulian mereka dengan merokok dimanapun bahkan di depan anak kecil, ibu hamil atau membawa bayi.  Sikap seperti ini biasanya diperparah dengan sikap penolakan keras mereka ketika mereka diminta untuk mematikan rokok, misalnya “memangnya ada masalah?” dengan nada tinggi.
 Selanjutnya untuk mematahkan pernyataan mengenai harga tembakau yang selalu menguntungkan petani, ini terjawab dengan keberadaaan komoditi lain yang sebenarnya jauh lebih menguntungkan petani. Cabe misalnya. Harga komoditi yang satu ini sering sekali mengalami kenaikan, apalagi ketika memasuki hari raya. Harga cabe lebih cenderung naik atau berada di level menguntungkan. Selain itu karena termasuk bahan yang sangat penting bagi keaslian rasa masakan Indonesia, walau harga setinggi apapun, tetap saja cabe mempunyai pembeli – pembeli yang setia. Selain cabe, Beras juga bisa sangat menguntungkan petani. Selain keuntungan pribadi, banyaknya petani yang menanam padi juga akan sangat membantu perekonomian negeri ini secara keseluruhan. Banyaknya beras impor yang masuk dan juga merupakan dampak dari produksi beras dalam negeri yang minim, mnyebabkan para petani padi yang jumlahnya semakin sedikit saat ini menjadi berkurang penghasilannya. Coba kita pikirkan. Seandainya banyak petani tembakau yang berpindah pada bertani padi yang merupakan makanan pokok itu, maka negara tidakakan kekurangan pasokan beras, sehingga tidak harus mengimpor dan berdampak pada penghematan anggaran belanja negara. Petani padi tidak usah khawatir akan kekurangan pembeli, selama masyarakat masih menjadikan nasi sebagai makanan pokok, maka selama itu pula beras akan laku dipasaran.
Mengenai masalah pemberian beasiswa oleh pabrik – pabrik rokok kepada pelajar/mahasiswa dan atlet – atlet, ini haruslah mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah yang mengiyakan partisiapasi pabrik rokok (yang dinilai bagian dari pembangunan), harus menyadari bahwa rokok itu adalah salah satu faktor yang membuat perekonomian merosot. Dalam sebuah penelitian sederhana yang penulis lakukan, 2 dari 13 responden mengatakan rokok menyebabkan kesehatan masyarakat bahkan angka harapan hidupnya menurun yang berdampak pula pada merosotnya produktifitas mereka, dan sisa dari sebagian besar responden setuju rokok merusak kesehatan dan menghambat produktifitas kerja masyarakat . Dan mengenai pernyataan bahwa pabrik rokok adalah sumber pendapatan negara yang tidak boleh diremehkan (“terbesar”), hal ini dipatahkan oleh Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau Widyastuti Soerojo dalam sumber yang sama (Kompas) mengatakan bahwa menurutnya pemerintah hanya beralasan saja dan beliaupun memperkuat pernyataannya dengan data dari APBN dan Dirjen Cukai yang dikutip oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), cukai tembakau hanya menyumbang lima persen dari APBN  tahun 1997-2007.
Intinya adalah sebagian besar dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan dan pertumbuhan rokok dan pabrik rokok di Indonesia adalah negatif, sangat sedikit sekali kepositifannya. Dari hasil yang saya dapat dari responden melalui penelitian sederhana adalah sebagian besar mereka (walaupun menyetujui bahwa perusahaan rokok memepunyai andil untuk kemajuan negeri) setuju agar keeksisan pabrik rokok di Indonesia dihentikan dan petani tembakau “bermigrasi” ke komoditi tanam yang lebih baik, menyangkut kerugian yang ditimbulkan rokok dalam bidang kesehatan dan mental bangsa yang jauh lebih besar (terlepas mereka perokok atau bukan).
Karena sebagian besar yang ditimbulkan rokok adalah “tantangan” dan sangat sedikit sekali keuntungannya untuk negeri ini, akan lebih baik masyarakat mulai menyadari bahwa tidak seharusnya kita menggantungkan “hidup” secara langsung ataupun tidak pada rokok dan pabrik rokok.

Essay


Asia’s Challenge 2020
Food, Water, or Industry
By:
Siti Jamaliah
May 28,1991
Indonesian’s College Student

The increasing of world’s population, especially in Asia has affected their needs in food, water and also jobs which is dominated by the industry. In order for them to get enough food and water, they needed money that can only be earned by working. The most favored and suitable works for this era were industrial works. However, the increasing establishment of factory or industrial field would narrow the land that should be used for food producing (farming). The same thing goes to water because the establishment of factories would produce a lot of wastes.
The amount of food in Asia is decreasing. It can be seen from many countries in Asia, especially in South-East like Indonesia. Indonesia is food importer (such as rice, meal and milk from Australia). This is one of the effects from the reduction even swapped function of the fields (source: Kompas.com Sat, 7th November 2009| 05:25 am).    The scarcity of the foods automatically raised the price. As a result, lower middle class economic people cannot afford what will affect the quality of their health.  Regarding of this issue, in this source, Martin Gibson, Stewardship Director CorpLife Asia Martin Gibson, also added that the increase in the level of mal nutrition and food security threats can occur in conditions like this, considering that more than 2 billion of world population consumes 50 percent of rice to meet their calorie needs.
In essence, the more agricultural land area cultivated for food, more water is needed. Is then becomes the companion issue of the impact, is no less important. As the authors convey in the first paragraph, the existence of water and water resources due to the fewer and narrower impact of plant construction - which many industrial plants are not environmentally sound. This situation, which tends to cause the traditional farmers using land area for farming difficulty getting the water that would cause their products were reduced or even disappear altogether. Not only that, the community needs for clean water will be disturbed by this situation. If we see, in this short time, more companies - commercial companies that sell clean water. This shows that clean water and proper consumption is increasingly rare, so to get even require quite a substantial amount of money. For the poor, of course, this is a beban.Erna Witoelar, UN Special Ambassador for MDGs in Asia Pacific, the Second Conference of the Asian Development Bank Water Week, in Manila, Tuesday (27 / 1) says that the Asian crisis in terms of water included into the worst category. This is because the high growth Asian economies to be borne by the pressures on the environmental risks caused by industrial pollution.
To overcome this, development of technology for badly needed food. This will greatly help the farmers increase the effectiveness and efficiency of their agricultural land.   So, hopefully they can meet the food needs of society, at least in domestic. However, despite the presence of food technology that can minimize water using, remains the preservation of water resources should remain very concerned. Given these facts that have been the author mentioned above, the existence of water resources in Asia, are very important. Until now the developed country like Japan still use most of their water reserves for agriculture. It means, although high technology could minimize the water’s using, we need good water resources to keep the food producing. Many fish and underwater’s living dead because of water contamination. It effect too the problem of human needs, especially in foods.  The effect of it which occurred because of it have explained back in the first explanation, malnutrition.
However, pollution arising from industrial activities in fact were even more numerous and more harmful. Should have the intelligence of environmentally sound industrial technologies (ie, preserving water resources and food following biotanya within the scope of its environment) must continue to be developed. Only a balance between technological advancement and environmental preservation can be created. Do not let our desire to maintain the authenticity of the environment makes our creativity and responsiveness to technology becomes blocked, it industrilah technological progress should be a tool that can maintain and can create more beautiful and clean environment as well as life and fulfillment of human needs is more assured.


Source: