2.2 Sejarah Kerajaan [1]
A. Kerajaan Perlak
Nama Perlak berasal dari nama sebangsa pohon kayu. Di daerah ini banyak sekali pohon kayu “Kayu Perlak” yang dalam ucapan orang Aceh disebut “ Kayei Peurleuk”. Kayu Perlak ini sangat baik untuk pembuatan perahu/kapal.1
Perlak merupakan Pelabuhan utama untuk ekspor lada di Sumatera bagian utara.
Pedagang – Pedagang Asing (Mesir, Persia, dan Gujarat) yang telah menetap di wilayah ini,bermaksud menguasai keseluruhan hasil lada. Pernikahan seorang pedagang Arab dengan Puteri Meurah Perlak,yang kemudian melahirkan Said Abdul Aziz. Said Abdul Azis kemudian diangkat menjadi raja Perlak. Proklamasi Kerajaan Islam Perlak pertama kali pada tanggal 1 Muharram 225H atau 840 Masehi.
Pendiri Kerajaan Perlak sendiri, adalah keturunan dari Kerajaan Jeumpa. Kerajaan Jeumpa adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Hubungan Jeumpa dengan Kerajaan Perlak adalah karena Pangeran Salman yang merupakan keluarga dari bangsawan Dinasti Sasanid Persia, kemudian menikah dengan Mayang Seludang, seorang putri dari Raja Meurah Jeumpa. Pernikahan mereka menghasilkan 4 putra dan 1 putri, yaitu Syahir Nuwi, Syahir Dauli, Syahir Pauli, Syahir Tanwi dan Makhdum Tansyuri.
Syahir Nuwi kemudian berkuasa atas wilayah Perlak. Adiknya, Makhdum Tansyuri menikah dengan salah seorang saudagar dari Quraisy yang juga masuk dalam rombongan angkatan dakwah, bernama Sayid Ali Muktabar yang merupakan keturunan Ali bin Abi Thalib dan beraliran Islam Syi’ah .Pernikahan ini kemudian melahirkan Sultan Abdul Aziz.
Pada mulanya, kerajaan Islam ini beraliran Syi’ah sebagaimana para pendiri dan keturunannya, namun, pada masa pemerintahan sultan ke-3 yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913) , Sunni mulai masuk dalam lingkup pemerintahan, yang dibawa oleh Syaikh Ismail dari Dinasti Mamluk utusan Sholahuddin Al – Ayyubi. Sehingga, dimulailah pergolakan politik antara kedua golongan ini. Sehingga, antata tahun 300-302 H/913-915M, kerajaan ini mengalami vacum of power. Tahun 302 H, Syi’ah memenangkan Perang. Pemerintahan dipimpin oleh Sultan Maulana Mughayat Syah. Setelah kewafatannya, Sunni mengambil alih kekuasaan. Pada masa ini tidak terjadi pergolakan berarti, yang ada adalah perjanjian perdamaian yang membagi Perlak menjadi dua, yaitu Perlak Pesisir yang dikuasai Syi’ah dan Perlak Pedalaman yang dikuasai Sunni.
Perekonomian kerajaan ini bisa dikatakan maju untuk ukuran sebuah kerajaan pada masa itu. Perlak sudah mampu membuat mata uang emas, yakni Dirham disamping dua mata uang lainnya, Kupang dan Kuningan. Selain itu terlihat pula dari banyaknya pedagang – pedagang asing yang singgah untuk membeli hasil alam kebanggaan masyarakat Perlak, yakni kayu Perlak yang dikenal sangat bagus kualitasnya untuk pembuatan kapal.
Pada Pemerintahan Sultan yang ke-17, putri – putri dari kerajaan Perlak dinikahkan dengan kerajaan tetangganya untuk mempererat hubungan diplomatis. Putri Ratna Keumala dinikahkan dengan Sultan Malaka, sedangkan Putri Ganggang Sari dinikahkan dengan Malik As Saleh, Raja Samudera. Dari sinilah terjadi hubungan kekerabatan antara Perlak dengan Samudera yang menyebabkan bersatunya Perlak di bawah Samudera.
B. Kerajaan Samudera Pasai
Kronik sejarah yang ada mengatakan bahwa sebenarnya Samudera Pasai berasal dari nama kerajaan yang berbeda, namun memiliki hubungan yang sangat erat, yakni Kerajaan Samudera dan Kerajaan Pasei. Kerajaan Samudera dipimpin oleh Malik As – Saleh. Kerajaan ini beraliran Sunni dan bermazhab Syafi’i. Malik As-Saleh sendiri sebelum memeluk Islam adalah seorang Hindu yang kemudian masuk Islam yang beraliran Syi’ah. Karena adanya perpindahtanganan Dinasti Fatimiyah Mesir (Syi’ah) ke Dinasti Mamluk (Sunni) yang dipimpin oleh Sholahuddin Al-Ayyubi, maka Aceh secara luas terkena pengaruh Sunni yang dibawa oleh Syaikh Ismail dan Fakir Muhammad dari Mesir yang merupakan utusan Mamluk. Seperti yang telah penulis paparkan di atas, Perlak mendapat pengaruh Sunni, begitupun Malik as-Saleh, yang kemudian menjadi anti-Syi’ah.
Adapun Kerajaan Pasai adalah hadiah yang diberikan Malik As-Saleh kepada anaknya yang bergelar Sultan Malik Az-Zahir I. Pasai kemudian menjadi bandar singgah pedagang asing. Hal ini dibuktikan dengan banyak bermukimnya orang – orang berkebangsaan asing seperti Turki, Gujarat, Arab, Persia dan lain – lain. Sampai sekarang penduduk Aceh sebagian besar adalh keturunan dari bangsa- bangsa tersebut.
Pada masa kejayaan Pasai, yakni masa Sultan Malik Az-Zahir I, Pasai bahkan dihuni oleh lebih dari 20000 orang penduduk. Sebuah angka yang fantastis, karena waktu itu sebuah kota tergolong kota besar adalah kota yang berpenduduk anta 5000 sampai 50000 orang. Pasai dan Samudera pada masa keemasannya menjadi bandar dagang internasional yang mengandalkan lada sebagai komoditi utama perdagangan, disamping kapur barus, sutra, dan emas.
Samudera dan Pasai digambarkan sebagai sebuah kerajaan yang besar dan indah oleh Ibnu Batutah (petualang dari Maroko) melalui penglihatannya bahwa kota ini dikelilingi oleh pagar – pagar yang ditambah dengan menara – menara yang juga terbuat dari kayu. Wilayah di mana Kerajaan Samudera dan Pasai berdiri, yakni di kawasan Selat Malaka, memang merupakan bandar niaga yang sangat strategis. Pada saat itu, kawasan Selat Malaka merupakan jalur perdagangan laut yang sering menjadi lokasi transaksi dan disinggahi para saudagar dari berbagai penjuru bumi, seperti dari Siam (Thailand), Cina, India, Arab, hingga Persia (Iran).2
Malik Az-Zahir I mempunyai dua orang putera, Sultan Mahmud dan Sultan Ma[2]nsur. Sultan Mahmud diberikan kekuasaan di Kesultanan Pasai, sedangkan adiknya Sultan Mahmud berkuasa atas Samudera. Keharmonisan dua kerajaan ”kakak-beradik” ini mulai koyak oleh ulah Sultan Mansur yang membawa lari istri Sultan Mahmud, sehingga ia ditangkap dan diusir dari kerajaan dan meninggal dalam perjalanan.
Karena kejadian ini, Samudera mengalami vacum of power sehingga Sultan Mahmud mengambil alih kekuasaan dan menyatukan kedua kerajaan ini.
Setelah penyatuannya Samudera Pasai menjadi kerajaan yang maju. Selain maju dalam perdagangannya, Samudera Pasai juga maju dalam hal pengembangan ilmu agama. Samudera Pasai menjadi pusat pembelajaran agama Islam di Nusantara.
Kejayaan Samudera Pasai ternyata membuat iri, tidak hanya daerah sekitarnya, namun juga Majapahit yang letaknya di Jawa. Melihat kestrategisan Samudera Pasai, membuat Gadjah Mada berniat mengekspansi kerajaan ini. Berulang kali serangan dari Majapahit tidak dapat mematahkan kerajaan ini, namun karena Majapahit telah menguasai Selat Malaka dan melebarkan pengarunya kedaerah tersebut, sedikit – demi sedikit peran Samudera Pasai sebagai bandar utama di pesisir utara Sumatera ini mulai surut. Akhirnya, Samudera Pasai berhasil diduduki Portugis pada 1521 dan kemudian Samudera Pasai menjadi bagian dari ke[3]rajaan Aceh Darussalam.
[1] Dosen Progdi Arab. Jurnal Kebudayaan Arab ARABIA Vol. III No. 6 / Okt 2000 – Maret 2001. Hlm : 76 – 86. Depok: Progdi Arab Jurusan Asia Barat Fakultas Sastra UI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar